Rabu, 24 Agustus 2016

Cerita (Bersambung)

Assalamualaikum Wr. Wb.
Hai, kembali lagi bersama saya Dita.
Seperti yang saya tulis sebelumnya, saya mau menampilkan sedikit cerita.
Semoga suka ya, terima kasih.



FRIENDZONE



Udara dingin mulai merasuki tubuhku yang telah dibalut sweater pemberian Alex, sahabat kecilku. Terkadang aku bertanya, bagaimanakah tampang Alex sekarang? Ah, pasti dia sangat tampan mengingat kedua orangtuanya yang berdarah campuran, yaitu Indonesia dan Spanyol. Aku sangat rindu sekali kepadanya, sekali lagi sangat merindukannya.

 Saat ini aku berusia 18 tahun yang berarti persahabatan kami telah berjalan selama 4 tahun. Awalnya biasa saja, sampai ketika kedua orangtua Alex membawanya pindah ke Negara lain, tanpa memberitahukan apa-apa kepadaku. Hal itu sangat membuatku sedih. Bagaimana tidak? Kami bertemu di taman saat usiaku genap 10 tahun.

 Dikala itu, kedua orangtuaku sangat sibuk sehingga lupa bahwa pada hari itu aku berulang tahun. Merasa kesal, aku pun berlari menuju taman dan melampiaskan segalanya dengan cara menangis. Ya, hanya menangislah yang bisa aku lakukan saat itu.

 “Hey!,” seseorang menepuk bahuku sehingga membuatku kaget. “Lagian dali tadi aku udah panggil tapi kamu nya nggak nengok, yaudah deh aku kagetin aja kamu, hahaha, kamu lucu ya kalo lagi kaget,” oceh seorang anak laki-laki berambut cokelat muda yang cadel itu. “Kamu siapa? Aku gakenal kamu! Kata Mama aku gaboleh ngobrol sama orang asing,” jawabku dengan nada sedikit membentak. “Kamu malah telus sih, kata Mama ku kalau gakenal, ya kenalan,” anak laki-laki yang juga bermata abu-abu tua itu pun menjulurkan tangannya kepadaku. “Namaku Alex Felnandez, umulku 12 tahun, aku cadel, dan aku  seling ngelihat kamu ke taman ini sambil nangis telus,” sambung Alex sambil beranjak duduk disampingku. “Aku Aurellia Anantasya, umurku 10 tahun, aku nggak cadel, dan aku nggak tahu kalau kamu sering ngelihat aku ke taman ini,” jawabku dengan meniru jawaban Alex.

 Yang ditiru pun malah tertawa terbahak-bahak. Aku semakin tidak mengerti dengannya. Apakah ada hal yang lucu?, tanyaku dalam hati. “Aulel, kita main ayunan yuk!,” aku yang sedang melamun kembali kaget karena Alex menggandeng tanganku dan menarikku ketempat ayunan. “Hei, apakah tidak bisa pelan-pelan saja? Pergelangan tanganku sakit!,” ocehku yang membuat Alex kembali tertawa terbahak-bahak dan tidak perduli bahwa aku kesakitan.

Dan mulai dari pertemuan itu, aku dan Alex semakin dekat layaknya sahabat yang selalu bersama-sama. Sampai suatu hari, di pagi hari yang cerah, kami sudah berjanji akan merayakan ulang tahunku yang ke 14 di taman seperti biasanya. “Huh, dimana sih Alex itu! Aku sudah menunggu tiga jam, dan tidak terlihat sama sekali batang hidungnya!,” gerutuku sebal sambil melemparkan kerikil kecil yang berada di sekitarku. Kulirik jam di pergelangan tangan ku, sudah menunjukkan pukul 04.20 PM, sedangkan jam perjanjian kami pukul 01.00 PM. Amarahku mulai memuncak, aku langsung berlari mengambil sepedaku dan mengayuhnya dengan cepat menuju rumah Alex.

 Jarak taman ke rumah Alex hanya memakan waktu 10 menit. Sesampai di rumahnya, aku melihat seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan seperti biasanya. Aku tidak lagi melihat bunga-bunga Aster, kesayangan Mama Alex, tersusun rapih di taman. Aku tidak lagi melihat sepeda-sepeda yang terparkir di sudut rumah. Aku sangat bingung di saat itu, “Kemana Alex? apakah ia pergi berlibur? lantas,mengapa tak memberitahukannya kepadaku?,” banyak sekali pertanyaan yang terlontar dipikiranku dan semua menyangkut Alex.

“Aurel!,” teriak Aries, tetangga Alex, yang langsung berlari menghampiri diriku. “Ada apa, Aries?” tanyaku dengan curiga, karena Aries bertingkah tidak seperti biasanya. “Aku hanya ingin memberitahukan kabar untukmu, Alex dan keluarganya sudah pindah dari tiga hari yang lalu, kamu tidak tahu kabar itu?”, dan itu sudah cukup menjelaskan mengapa Alex tidak datang ke taman. Tanpa menjawab perkataan Aries, aku langsung mengayuh sepedaku dan hujan turun satu per satu yang membuatku menangis di tengah hujan.

Sangat miris, bukan? Seperti di drama, bukan? Ya, memang seperti itulah kehidupanku. Selain Alex, aku tidak mempunyai siapa-siapa lagi untuk bercanda. Kedua orang tuaku sangat sibuk mengurusi dunia bisnisnya, mungkin sudah lupa bahwa mereka mempunyai seorang anak. Aku memang selalu sendiri, saat ada Alex, aku mulai terbiasa kembali untuk bersosial, tapi, entah kenapa, disaat Alex meninggalkanku tanpa memberitahukan apa-apa kepadaku, itu sangat menyakitkan bagiku. Karena … aku mulai menyukainya.
Ya, aku menyukainya dan aku tidak berbohong.

Aku tersenyum kecil mengingat masa laluku yang sangat menyedihkan. Aku selalu bertanya, mengapa pada saat-saat bahagia justru selalu saja datang hal sedih yang sangat merusak suasana.
-Mungkin yang bisa dilakukan anak perempuan berumur 10 tahun ketika bersedih hanyalah menangis. Namun, saat umurku bertambah empat tahun, menjadi 14 tahun, mengapa hati ini ikut-ikutan seperti menangis?.-
*** 

Minggu, 21 Agustus 2016

Intro


Assalamualaikum Wr.Wb.

Perkenalkan nama saya Annisa Dwita Qurnia, biasa dipanggil 'dita'
Pelajar dari SMPN 239 Jakarta
Suka warna ungu  dan abu-abu
Suka buah stroberi dan apel 
Blog ini merupakan suatu tugas yang diberikan oleh Bu Ani-- guru TIK--
---
Mau tahu lebih lengkap? (padahal ngga) :
IG : annisa.dwita