Assalamualaikum Wr. Wb.
Hai, kembali lagi bersama
saya Dita.
Seperti yang saya tulis
sebelumnya, saya mau menampilkan sedikit cerita.
Semoga suka ya, terima kasih.
FRIENDZONE
Udara
dingin mulai merasuki tubuhku yang telah dibalut sweater pemberian Alex,
sahabat kecilku. Terkadang aku bertanya, bagaimanakah tampang Alex sekarang?
Ah, pasti dia sangat tampan mengingat kedua orangtuanya yang berdarah campuran,
yaitu Indonesia dan Spanyol. Aku sangat rindu sekali kepadanya, sekali lagi sangat merindukannya.
Saat ini aku berusia 18 tahun yang berarti
persahabatan kami telah berjalan selama 4 tahun. Awalnya biasa saja, sampai
ketika kedua orangtua Alex membawanya pindah ke Negara lain, tanpa
memberitahukan apa-apa kepadaku. Hal itu sangat membuatku sedih. Bagaimana
tidak? Kami bertemu di taman saat usiaku genap 10 tahun.
Dikala itu, kedua orangtuaku sangat sibuk
sehingga lupa bahwa pada hari itu aku berulang tahun. Merasa kesal, aku pun
berlari menuju taman dan melampiaskan segalanya dengan cara menangis. Ya, hanya
menangislah yang bisa aku lakukan saat itu.
“Hey!,” seseorang menepuk bahuku sehingga
membuatku kaget. “Lagian dali tadi aku udah panggil tapi kamu nya nggak nengok,
yaudah deh aku kagetin aja kamu, hahaha, kamu lucu ya kalo lagi kaget,” oceh
seorang anak laki-laki berambut cokelat muda yang cadel itu. “Kamu siapa? Aku
gakenal kamu! Kata Mama aku gaboleh ngobrol sama orang asing,” jawabku dengan nada
sedikit membentak. “Kamu malah telus sih, kata Mama ku kalau gakenal, ya
kenalan,” anak laki-laki yang juga bermata abu-abu tua itu pun menjulurkan
tangannya kepadaku. “Namaku Alex Felnandez, umulku 12 tahun, aku cadel, dan
aku seling ngelihat kamu ke taman ini
sambil nangis telus,” sambung Alex sambil beranjak duduk disampingku. “Aku
Aurellia Anantasya, umurku 10 tahun, aku nggak cadel, dan aku nggak tahu kalau
kamu sering ngelihat aku ke taman ini,” jawabku dengan meniru jawaban Alex.
Yang ditiru pun malah tertawa terbahak-bahak.
Aku semakin tidak mengerti dengannya.
Apakah ada hal yang lucu?, tanyaku dalam hati. “Aulel, kita main ayunan
yuk!,” aku yang sedang melamun kembali kaget karena Alex menggandeng tanganku
dan menarikku ketempat ayunan. “Hei, apakah tidak bisa pelan-pelan saja?
Pergelangan tanganku sakit!,” ocehku yang membuat Alex kembali tertawa
terbahak-bahak dan tidak perduli bahwa aku kesakitan.
Dan
mulai dari pertemuan itu, aku dan Alex semakin dekat layaknya sahabat yang
selalu bersama-sama. Sampai suatu hari, di pagi hari yang cerah, kami sudah
berjanji akan merayakan ulang tahunku yang ke 14 di taman seperti biasanya.
“Huh, dimana sih Alex itu! Aku sudah menunggu tiga jam, dan tidak terlihat sama
sekali batang hidungnya!,” gerutuku sebal sambil melemparkan kerikil kecil yang
berada di sekitarku. Kulirik jam di pergelangan tangan ku, sudah menunjukkan
pukul 04.20 PM, sedangkan jam perjanjian kami pukul 01.00 PM. Amarahku mulai
memuncak, aku langsung berlari mengambil sepedaku dan mengayuhnya dengan cepat
menuju rumah Alex.
Jarak taman ke rumah Alex hanya memakan waktu
10 menit. Sesampai di rumahnya, aku melihat seperti tidak ada tanda-tanda
kehidupan seperti biasanya. Aku tidak lagi melihat bunga-bunga Aster,
kesayangan Mama Alex, tersusun rapih di taman. Aku tidak lagi melihat
sepeda-sepeda yang terparkir di sudut rumah. Aku sangat bingung di saat itu,
“Kemana Alex? apakah ia pergi berlibur? lantas,mengapa tak memberitahukannya
kepadaku?,” banyak sekali pertanyaan yang terlontar dipikiranku dan semua
menyangkut Alex.
“Aurel!,”
teriak Aries, tetangga Alex, yang langsung berlari menghampiri diriku. “Ada
apa, Aries?” tanyaku dengan curiga, karena Aries bertingkah tidak seperti
biasanya. “Aku hanya ingin memberitahukan kabar untukmu, Alex dan keluarganya
sudah pindah dari tiga hari yang lalu, kamu tidak tahu kabar itu?”, dan itu
sudah cukup menjelaskan mengapa Alex tidak datang ke taman. Tanpa menjawab
perkataan Aries, aku langsung mengayuh sepedaku dan hujan turun satu per satu
yang membuatku menangis di tengah hujan.
Sangat
miris, bukan? Seperti di drama, bukan? Ya, memang seperti itulah
kehidupanku. Selain Alex, aku tidak mempunyai siapa-siapa lagi untuk bercanda.
Kedua orang tuaku sangat sibuk mengurusi dunia bisnisnya, mungkin sudah lupa bahwa
mereka mempunyai seorang anak. Aku memang selalu sendiri, saat ada Alex, aku mulai
terbiasa kembali untuk bersosial, tapi, entah kenapa, disaat Alex
meninggalkanku tanpa memberitahukan apa-apa kepadaku, itu sangat menyakitkan
bagiku. Karena … aku mulai menyukainya.
Ya,
aku menyukainya dan aku tidak berbohong.
Aku
tersenyum kecil mengingat masa laluku yang sangat menyedihkan. Aku selalu
bertanya, mengapa pada saat-saat bahagia
justru selalu saja datang hal sedih yang sangat merusak suasana.
-Mungkin
yang bisa dilakukan anak perempuan berumur 10 tahun ketika bersedih hanyalah menangis. Namun, saat umurku bertambah
empat tahun, menjadi 14 tahun, mengapa
hati ini ikut-ikutan seperti menangis?.-
***